Kalau anda jalan-jalan ke Kota Tua –
Jakarta, salah satu property yang bisa dijadikan objek berfoto, patung manusia
pejoeang tempo doeloe. Patung hidup ini lengkap dengan aksesories senapan
laras panjang dan juga bambu runcing. Sekilas, saya menyangka patung hidup itu
batu betulan. Warna hitam sangat cocok dengan warna meriam yang menjadi
tingkrongannya di kawasan Kota Tua Jakarta.
Pada saat saya pertama kali menginjakkan
kaki di lokasi Kota Tua, cukup kaget begitu mendekati patung yang tiba-tiba
bergerak dan menyapanya juga mempersilahkan berfoto. Saya begantian berfoto
dengan teman, sambil mencari adegan terbaik. Si patung tua sudah sangat paham keinginan
pengunjung bepose. Ia beradegan sigap dan tegap seperti seorang prajurit yang sedang
upacara. Pengunjung yang lainpun bergantian berfoto. Mereka berpose dengan
latar belakang patung warna hitam ini sambil berakting sikap terbaik mereka.
Berfoto dengan patung hidup ini tidak
diminta tarif. Kalau pengunjung ikhlas memberi, ya silahkan memberi. Kalaupun
tidak, si patung tidak akan protes. Ia tetap tegap berdiri di kawasan Kota Tua
Jakarta, tak peduli hujan atau panas. Jarak satu meter di tempat dia berdiri,
ada keranjang sampah kecil warna cokelat, berisi uang lembaran dan receh.
Rupanya, keranjang sampah itu tempat pengunjung membuang uang, setelah puas
berfoto.
Saya jadi penasaran, kok mau orang ini
seharian di panas terik mentari Jakarta, menggunakan baju tebal seperti tentara
berdiam diri hanya melayani orang berfoto? Kebetulan saat itu sudah sore
memasuki adzan maghrib. Saya masih di lokasi, duduk-duduk di kursi dekat jaga
manusia patung. Nampaknya ia selesai bertugas dan segara pulang. Sebelumnya ia
terlihat mengambil sikap sempurna dan memegang tongkat dengan bendera merah
putih seperti seorang prajurit usai upacara.
Ia pun membereskan semua perlengkapan
perangnya, menepi ke dekat tempat duduk saya. Saya iseng bertanya, mengapa
melakukan itu? Ia antusias bercerita banyak tentang perannya menjadi patung di
Kota Tua.
Manusia patung itu mengaku bernama Idrus.
Sekitar 8 bulan ia nongkrong setiap hari di situ. Ia berasal dari Bogor dan
setiap hari pulang pergi menggunakan kereta. Idrus datang ke Kota Tua mulai jam
9 atau jam 11 siang, hingga pukul 06:00 WIB.
Saya juga bertanya, berapa penghasilan
sehari sampai begitu setia menjadi patung hidup? Kata dia, setiap bulan paling
tidak mengumpulkan uang Rp7,5 juta. Wow, cukup besar. Hanya bermodal panas-panas
dan modal tidak seberapa.
Idrus pun mengisahkan. Untuk menjadi
patung tentara, bukan perjalanan begitu saja. Di pertengahan 2012, ia sengaja
datang ke kota tua untuk mencari rezeki. Ceritanya survey lokasi, apa yang
layak dijajakan. Setibanya di lokasi, malah ia bingung. Banyak sekali orang
yang berjualan dan belum karuan laku. Mulai pedagang baju khas lokasi wisata
hingga jualan makanan tersedia di situ. Waktu itu, pedagang kaki lima boleh
berjualan di lokasi sebelum awal 2013 ditertibkan.
Idrus malah bingung dan hanya bisa duduk
bersandar di sebuah pintu museum Jakarta sambil menyaksikan orang berlalu
lalang. Ia terus berfikir, apa yang cocok dijajakan, sehingga menghasilkan
uang. Waktu ia nganggur sementara ia harus membiayai sekolah kedua anaknya.
Tiba-tiba ia menemukan ide. Dari pada
jualan, kenapa tidak menjadi patung hidup sosok seorang tentara untuk
melengkapi kesan tua gedung di lokasi Kota Tua. Ia melihat banyak sekali orang
yang berfoto dengan latar belakang gedung. Akan lebih lengkap bila ada property
tentara zaman dulu. Ia pun menimbang baik buruknya hingga bercerita
kepada isterinya begitu tiba di rumahnya. Isterinya sempat melarang karena ide
itu dianggap tidak akan menghasilkan uang.
Tetapi Idrus yakin, idenya akan
menghasilkan uang. Ia pun mencari baju hansip untuk dicat hitam seperti
tentara dulu, kopiah dan topi jadul, sabuk dan mortir pinggang, pistol bekas,
senapan bekas dan bambu runcing.
Hari pertama kerja, hasilnya cukup
mengejutkan Idrus. Ia bisa menghadiahi isterinya uang Rp300.000. Isterinya
sempat kaget, uang dari mana? Ia jelaskan, uang tersebut hasil dari ide yang
sebelumnya ditentang. Dari situlah, Idrus yakin, idenya merupakan
pemberian langsung dari langit untuk menghidupi keluarganya. Iapun selalu
menyisihkan uang untuk kelengkapan property. Apalagi untuk baju, satu minggu
sekali harus diganti karena dicat, tidak bisa dicuci.
Penghasilan Idrus akan melonjak jika hari
Minggu atau hari libur. Banyak pengunjung yang berfoto dan memberi tips uang.
Bahkan kata dia, bila ada pejabat tinggi atau artis nasional, tipsnya bisa
mencapai Rp100 ribu-Rp200 ribu per orang. Kalau ada pejabat seperti itu, sehari
ia bisa membawa uang ke rumah Rp750.000.
Bukan saja keuntungan uang langsung yang
dirasakan Idrus. Ia pun banyak diwawancarai wartawan baik TV atau Koran. Bahkan
akunya sempat live di TV One diwawancarai oleh Indry Rahmawati. Saat itu kata
dia, ia mendapat honor Rp500.000 dari TV one, padahal hanya beberapa menit
masuk tivi.
Idrus kini tidak sendirian. Di lokasi itu
sudah ada 3 patung serupa dengan Idrus mengenakan pakaian tentara tempoe
doeleo. Idrus menyayangkan, idenya dicontek begitu saja tanpa permisi. Paling
tidak kata dia, bicara terlebih dahulu sekedar tatak rama. Tetapi
katanya, meski banyak yang meniru, penghasilan setiap harinya tidak
berkurang.
Hingga kini, Idrus belum terfikir untuk
meninggalkan pekerjaan itu. Meski panas-panasan, namun sebanding dengan hasil
yang didapat setiap harinya. Ia akan setia dengan perannya, hidup di masa kini
sebagai manusia masa lampau bersama Gedung sejarah di Kota Tua.